MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Menurut Nurhadi (2002) Pembelajaran Kontekstual adalah konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan manyarakat.

CTL ini memungkinkan siswa mengubungkan isi mata pelajran akademikdengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribad siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru.

A.    Komponen Pembelajaran Kontekstual

  1. Menjalin hubungan-hubungan yang bermakna.
  2. Mengerjakan pekerjaan-pkerjaan yang berarti.
  3. Melakukan proses belajar yang diatur sendiri.
  4. Mengadakan kolaborasi.
  5. Berpikir kritis dan kreatif.
  6. Memberikan layanan secara individual.
  7. Mengupayakan pencapaian standar yang tinggi.
  8. Menggunakan esesmen autentik.

B.     Karakteristik Proses Pembelajaran dengan Pendekatan CTL

  1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian penegtahuam yang utuh memiliki keterkaitan satu sama lain.
  2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajarai secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya.
  3. Pemahaman Pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengancara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
  4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
  5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal itu dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

C.    Beberapa hal yang harus dipahami dalam pembelajaran kontekstual

  1. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai dengan pengamalan yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh.
  2. Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami,sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka semakin efektif dalam berpikir.
  3. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh bukan hanya perkembangan intelektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi setiap persoalan.
  4. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju kompleks. Oleh karena itu, belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa.
  5. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak (real world learning)

D.    Peran Guru dan Siswa dalam CTL

  1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran guru bukanlahh sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
  2. Setiap anak memilki kecendrungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
  3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
  4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asilimasi dan proses akomodasi.

E.     Asas-Asas CTL

  1. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengetahuan.

  1. Inkuiri

Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencaraian dan penemuan melalui prose berpikir secara sistematis

  1. Bertanya

Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi keingintahuan setiap individu

  1. Masyarakat belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama.

  1. Pemodelan (Modelling)

Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa.

  1. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang dilaluinya.

  1. Penilaian Nyata ( Authentic Assessment)

Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan yang dilakukan siswa

F.     Implementasi Model Kontekstual di kelas

  1. Kembangkan pikiran bahwa anak belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
  2. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik kegiatan.
  3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
  4. Ciptakan masyarakat belajar
  5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
  6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
  7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

G.    Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kontekstual

Penerapan pendekatan kontekstual pada pembelajaran tematik ini pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Berikut ini adalah kelebihan pendekatan kontekstual.

  1. Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri.
  2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran kontekstual menutut siswa menemukan sendiri bukan menghafal.
  3. Menumbuhkan keberanian siswa mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari.
  4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru.
  5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada.
  6. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri kegiatan pembelajaran.

Sedangkan kelemahan dari pendekatan kontekstual yaitu sebagai berikut:

  1. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri.
  2. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.
  3. Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam kelompoknya.

 

Tinggalkan komentar